Menurut ilmu yang saya pelajari di bangku sekolah dulu, Indonesia adalah salah satu negara yang rawan akan gempa.
Kenapa?Tanya Kenapa?
Karena Indonesia berada di jalur pertemuan tiga lempeng: Eurasia, Pasifik, dan Australia. Kebayangkan? Pertemuan dan pergerakan tiga lempeng itu menghasilkan ketidakstabilan tanah yang disebut sebagai subduksi, pertemuan lempeng samudra dengan lempeng daratan.
Hasilnya, setiap tahun terjadi pergeseran 6 sentimeter hingga 7 sentimeter pada segmen-segmen di sepanjang tempat pertemuan lempeng Eurasia dan Australia, terutama di pesisir barat Pulau Sumatera dan seluruh pantai selatan Pulau Jawa.
Masih menurut pakar geodesi dari Bakosurtanal, bahwa pergeseran paling ekstrem terjadi pada pertemuan lempeng Pasifik dengan lempeng Eurasia di sekitar Papua dan Maluku. Pergeseran dapat mencapai 11 sentimeter per tahun. Tidak bisa disangkal maka kita akan mengalami apa yang disebut gempa setiap tahunnya
Di seluruh dunia, terdapat belasan lempeng yang terus saling mendesak. Pertemuan lempeng antara Australia dan Eurasia termasuk yang paling aktif di dunia. Sama aktifnya dengan wilayah California di Amerika Serikat, tempat Sesar San Andreas di mana lempeng Pasifik bertemu dengan lempeng Nazca.
Di Indonesia, bagian paling rawan adalah pesisir selatan Jawa karena lempeng Eurasia langsung bertumbukan frontal dengan lempeng Australia. Lempeng Australia mendesak ke bawah lempeng Eurasia, tepat di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa yang sekitar 600 kilometer itu
Gerakan lempeng bumi merupakan gejala yang dapat dihindarkan umat manusia. Subduksi tersebut menghasilkan naiknya permukaan daratan di sejumlah tempat, seperti Gunung Everest dan puncak-puncak pegunungan Himalaya yang ketinggiannya bertambah beberapa sentimeter setiap tahun. Namun, di bawah permukaan bumi, proses tersebut menghasilkan kehancuran saat terjadi pelepasan energi akibat subduksi. Subduksi itu lama-kelamaan mencapai titik ketidakseimbangan ketika ujung lempeng yang melesak tersebut meluncur ke bagian dalam bumi terkena pemanasan di inti bumi.
Bagian tersebut terlepas dari lempeng induknya dan terjadilah pelepasan energi berupa gempa dahsyat. Proses tersebut berulang-ulang terjadi dan pelepasan energi masif mengakibatkan gempa terjadi dalam siklus 100 atau 200 tahun sekali di tempat yang sama. Kebayangkan? Bisa saja satu daerah akan terkena gempa secara berulang.
Yang perlu diketahui adalah bila satu daerah terkena gempa maka akan ada gempa susulan di daerah lain dalam satu deret lempeng atau tumbukan dalam waktu hampir bersamaan. Ini disebabkan dampak subduksi dan pelepasan energi. Tetapi, waktu pastinya tidak dapat ditentukan.
Maka kita wajib waspada.
Beda dengan gempa vulkanis dan letusan gunung api yang relatif lebih bisa dimonitor karena bersifat statis. Maka gempa akaibat tumbukan dan pergeseran lempeng susah diprediksi kapan dan dimana serta besarnya.
Lalu bagaimana kita mewaspadainya?
Ketika saya kecil pernah diceritakan oleh ibu saya, tentang Lindu. Lindu adalah bahasa Jawa yang artinya gempa. Jaman dulu sebelum adanya teknologi pencatat gempa, manusia dapat mengetahui adanya gempa dari tanda-tanda alam.
Masih menurut ibu saya, bila kita melihat binatang-binatang yang hidup di bawah tanah tiba-tiba secara serantak keluar dari dalam tanah, adalah pertanda akan terjadi gempa. Perilaku binatang hutanpun bisa menjadi pertanda gempa. Bila ada sekawanan harimau, monyet, babi hutan atau burung-burung turun gunung atau keluar dari hutan maka pertanda.
Menurut ilmu yang saya tahu kemudian, hewan-tersebut memiliki panca indera yang lebih peka. Tidak seperti saya yang tetap bisa tidur nyeyak kala ada gempa he….he….
Tapi itu dulu, kala kita masih punya hutan dan isinya dan saat halaman rumah kita tidak berbeton. Sekarang??
Saya baru sadar, bahwa Tuhan tidak menciptakan sesuatu tanpa ada guna. Bahkan alam yang menurut kita tidak bersahabat, adalah ‘teman’ bila kita arif.
Tapi menurut info yang saya dapatkan nih, China Jepang dan Amerika, sedang melakukan penelitian atas perilaku hewan untuk pertanda akan adanya gempa yang terjadi di daratan. Kalau yang dilautan, seperti gempa Aceh dan Bengkulu? Wah sepertinya Saya harus cari tau lagi ya.
Kalau ada teknologi yang bisa memantau badai, hujan, gunung berapi, kemarau bahkan banjir, bagaimana dengan gempa? Faktanya sampai sekarang kita belum mempunyai teknologi untuk memprediksi gempa.
Lalu gimana donk??
Indonesia pasti akan kena gempa setiapa tahunnya. Tapi kita tidak bisa prediksi kapan dan dimana. Karena kita tidak tahu pasti datangnya, kenapa kita tidak coba ‘bersahabat’ dengan gempa. Tak kenal maka tak sayangkan?
Kita lihat orang Jepang, mereka tahu mereka hidup didaerah rawan gempa. Apa yang mereka lakukan? Ya mencoba mengenalnya dan mempelajarinya.
Mereka sudah dipersiapkan secara dini, apa itu gempa, tsunami dan badai. Bagaimana tanda-tandanya dan bagaimana harus menghadapi. Secara rutin siswa sekolah di Jepang diberi pelatihan simulasi menghadapi bencana tersebut. Seperti kita kalau sedang latihan kebakaran di kantor.
Lalu bagaimana dengan kita? Menunggu pemerintah?? Saya pesimis tuh!
Bagaimana bila kita memulainya sendiri setidaknya untuk diri kita sendiri atau keluarga kita.
Saya coba mengajarkan kepada anak yang sulung (4thn) apa itu gempa, dan apa yang harus dilakukan bila ada gempa.
Saya mengajarkan ke anak saya, bila dia berasa tiba-tiba pusing dan mau jatuh dan tanah bergetar, berusaha agar keluar rumah. Lari ketempat yang lapang, seperti lapangan atau jalan lebar yang jauh dari pohon atau tiang, segera setelah gempa reda.
Sepertinya sulit ya, tapi anak saya mengerti.
Suatu ketika saya uji dia dengan berteriak gempa, dengan spontan dia bangun dari duduknya, lari ke arah pintu dan berusaha keluar.
Saya lantas menanyakan, “Mau kemana Mas?”
Dia jawab, “Kelual Ma, kita harus ke lual. Gempa, nanti lumahnya lubuh.”
Sampai disitu saya tahu bahwa hal ini bisa dimulai dari anak-anak.
Lalu apakah kita tidak bisa? Saya yakin kita bisa.
Apa yang harus kita lakukan? Ya mulai kita belajar lagi, bagaimana dan apa itu gempa dan cara menghadapinya. Tak kenal maka tak sayangkan??
Mari sama-sama kita belajar. Siapa tau besok ujian keluar he….he….he….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar